Jumat, 11 Desember 2015

Konsep Lupa Dalam Al-Qur'an

LUPA DALAM AL-QUR'AN
(Kajian Ma'anil Qur'an)

A.    Definisi
Secara terminologi kata an-nisyan berasa dari fi’il madhi nasiya-yansā-nasyan dan nisyān yang berarti lupa[17]. Sedangkan menurut etimologinya adalah menurut az-Zamakhsyari mengungkapkan bermkana at-Tark (meninggalkan / tertinggal)[18], demikian pula menurut al-Qurtubi, ia menjelaskan kata tersebut merupakan antonim dari kata al-dzikr (mengingat) dan al-hifdz (menjaga)[19]. Ibnu Asyur menjelaskan tentang an-nisyan adalah dzahab al-amr al-ma’lum min hifdhzah al-insan lidha’f adz-dzihn aw al-ghuflah (hilangnya perkara yang sudah diketahui dalalm ingatannya seseorang sebab lemahnya hati atau karna lalai).[20]
B.     Jumlah pengulangan kata an-nisyan dalam al-Qur’an
Adapun jumlah penglangan kata an-nisyan dalam al-Qur’an yaitu sebanyak 45 kali[21], yang terdiri dari:
1.      Dalam bentuk fi’il madli mujarrad diulang diungkapkan hingga 26 kali
2.      Dalam bentuk fi’il mudhari’ yang terdiri dari mabni fa’il dan mabni majhul dengan huruf mudhara’ah ya’, ta’, nun, dan hamzah berjumlah enam belas kali.
3.      Dalam bentuk masdar diulang sebanyak dua kali
4.      Sedangkan dalam bentuk isim maf’ul hanya satu kali.

C.    Makna-makna an-nisyan dalam al-Qur’an
Dari banyak pengulangan kata an-nisyan dalam al-Qur’an apabila dilihat dari segi macam-macam maknanya dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu:[22]
Pertama, bermakna at-tark (meninggalkan) misalnya dalam al-Qur’an surat Thaha ayat 115, ولقد عهدنا إلى آدم من قبل فنسي ولم نجد له عزما (dan Kami sesungguhnya telah perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak kami dapati padanya kemauan yang kuat)/ pada ayat tersebut, kata nasiya bermakna taraka (meninggalkan).
Kedua, bermakna al-ladzi la yuhfadhz (sesuatu yang tidak dijaga atau diingat) misalnya, yang terdapat dalam surat al-A’la ayat 6, سنقرئك فلا تنسى (Kami akan membacakan (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa). Kata tansa pada ayat tersebut bermakna (tidak ingat).
Dua macam mamakna nasiya dari ayat tersebut apabila ditilik dari segi siyaq al-kalamnya akan tampak perbedaan yang mencolok, yaitu pada ayat yang pertama kata nasiya terlihat adanya kesengajaan dari pihak yang lupa, sedangkan yang ayat yang kedua merupakan sifat manusia yang memang pada dasarnya pasti akan mengalami kelupaan.
D.    Faktor-faktor keluapaan
Adpun fakltor-faktor lupa di antaranya adalah:
1.      Tidak ada keseriusan dalam menjaga apa yang harus dijaga. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Allah pada surat Thaha ayat 115 seperi yang telah disebutkan di atas yang menjelaskan tatang perintah Allah kepada Adam, kemudian karena tidak ada kesungguhan untuk menjaganya sehingga lupa. Dalam hal ini, makna lupa bisa disebut dengan istilah lalai.
2.      Natural (thabi’i), misalnya yang terdapat dalam surat al-Kahfi ayat 61: فلما بلغا مجمع بينهما نسيا حوتهما فاتجذ سبيله في البحر سربا (maka tatkala mere sampai kepertemuan dua buah laut itu, mereka lupa akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut). Ayat ini menjelaskan tentang peristi nabi Musa ketika mau bertemu dengan Khidhir. Dalam ayat ini Allah menjelaskan tentang kelupaan Musa terhadap ikan yang dibawa tersebut. Peristiwa lupa yang dijelaskan dalam ayat ini merupakan sifat alamiyah manusia.
3.      Kecelakaan, penyakit, dan usia. Kecelakaan gagar otak akan menyebabkan orang lupa akan segalanya, bahkan juga akan lupa terhadap namanya sendiri. Penyakit juga akan menyebabkan orang lupa, misalnya orang yang terkena penyakit stoke. Demikian juga usia yang sudah lanjut akan menyebabkan seseorang sering lupa, hal ini di sebabkan daya mengingatnya sudah mulai menurun. Peristiwa yang terakhir ini bisanya disebut dengan pikun.
E.     Hikmah lupa
Sebagaimana telah diketahui, bahawa apapun yang diperbuat oleh Allah pasti memiliki guna yang sangat signifikan, demikian juga dengan lupa. Pada biasanya seseorang ketika mengalami kecelakaan berat ia akan mengalami trauma, sehingga akan menyebabkan dirinya ketakutan dan phobia atas hal-hal yang berhubungan dengan kecelakaannya tersebut. Peristiwa ini akan membuat hidup oang yang bersangkutan mengalmi ketersiksaan, sehingga tidak sedikit dari orang yang mengalami tauma menta tersbut mendatangi psikoterapi agar dapat menghadapi masalah tersebut.
Dalam hal ini, sifat lupa terhadap peristiwa tersebut sangat dibutuhkan disamping adanya terapi keberanian menghadapi trauma itu. Orang yang tidak bisa melupakan masa lalu yang mencekam atau dibenci lambat-laun akan mengalmi setres sehingga ia akan gila. Dari sini kemudian, dapat diketahui betapa berharga sifat lupa seseorang dalam kehidupannya, sebab setiap manusia pasti akan mengalami hal-hal yang menakutkan di tidak disukai.




[17] Muhammad Munawwir Warson, Kamus al-Munawwir, Pdf, hal. 1416
[18] Muhammad Az-Zamkhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqaiqi ‘Awaridh at-Tanzil wa ‘ituni aqawil fi wujuh at-Ta’wil (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), vol. I, hal. 136
[20] Muhammad Thahir Ibn ‘Asyur, at-Tahrir wa at-Tanwir (Tunis: Dar Suhnun, tth), vol. I, hal. 475
[21] Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li alfadhzi al-Qur’an, hal. 700
[22] Husain Muhammad ad-Damaghani, Qamus al-Qur’an: Ishlah al-Wajuh wa an-Nadzhair fi al-Qur’an al-Karim, hal. 454-455

Tidak ada komentar:

Posting Komentar